Peristiwa perpindahan arah kiblat ini
terjadi pada bulan Rajab tahun ke-12 pasca Hijrah. Saat Rasulullah melaksanakan
shalat Dzuhur kemudian turun wahyu untuk memindahkan arah kiblat. Maka dalam
riwayat disebutkan bahwa Nabi sempat shalat 2 rakaat menghadap Baitul Maqdis
(masjidil Aqsa) dan 2 rakaat berikutnya menghadap Ka’bah, di masjidil Haram.
Wahyu yang turun tersebut adalah
surat al-Baqarah ayat 144,
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوِهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن
رَّبِّهِمْ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi
dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al Baqarah:144)
Makna Perpindahan Kiblat
Dalam beberapa
keterangan disebutkan, ketika Allah memerintahkan perintah shalat dan menghadap
ke Masjid al-Aqsha (Palestina), hal itu dimaksudkan agar menghadap ke tempat
yang suci, bebas dari berbagai macam berhala dan sesembahan.
Ketika itu, kondisi
Masjid al-Haram (Kabah) yang merupakan tempat keberangkatan Isra' dan Mi’raj,
belum berupa bangunan masjid. Sebab, kala itu masih dipenuhi berhala-berhala
yang jumlahnya mencapai 309 buah dan senantiasa disembah oleh orang Arab
sebelum kedatangan Islam. Sehingga, di bawah dominasi kekufuran seperti itu,
Rasulullah SAW belum bisa menunai kan ibadah shalat di tempat tersebut.
Selain itu, jika
Rasulullah SAW saat itu melaksanakan shalat dengan menghadap ke Masjid al-Haram
tentu akan menjadi kebanggaan bagi kaum kafir quraisy, bahwa Rasulullah SAW
seolah mengakui berhala-berhala mereka sebagai tuhan. Inilah salah satu hikmah
diperintahkannya shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis (al-Aqsha).
Dalam surah Al Baqarah ayat 142, Allah
SWT menjelaskan mengapa perpindahan kiblat itu dilakukan.
Orang-orang sufaha diantara manusia
akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya
(Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah:
"Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa
yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".
Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan mengenai
tafsir ayat ini :
Yang dimaksud dengan sufaha ialah kaum
musrik Arab, para pendeta Yahudi, dan seluruh kaum munafiq, sebab ayat itu
bersifat umum. Dahulu Rasulullah saw. Disuruh menghadap ke Baitul Maqdis. Di
Mekkah, beliau shalat di antara rukun Yamani dan rukun Syami sehingga Ka`bah
berada dihadapannya, namun beliau menghadap ke Baitul Maqdis. Setelah beliau
hijrah ke Madinah, semuanya keberatan untuk menyatukan keduanya. Maka Allah
menyuruhnya menghadap ke Baitul Maqdis. Pandangan itu dikemukakan oleh Ibnu
Abbas dan jumhur ulama. Kemudian mereka berselisih, apakah perintah itu melalui
Al-Qur`an atau melalui yang lainnya? Para ulama terbagi atas dua pandangan.
Ikrimah, Abu al-Aliyah, dan Hasan Bashri berpendapat bahwa menghadap Baitul
Maqdis adalah hasil ijtihad Nabi saw.
Maksudnya ialah bahwa menghadap ke
Baitul Maqdis dilakukan setelah Nabi saw. Tiba di Madinah. Hal itu berlangsung
selama 10 bulan. Beliau banyak berdoa dan memohon kepada Allah agar disuruh
menghadap ke Ka`bah yang merupakan kiblat Nabi Ibrahim a.s. Maka Allah memenuhi
doanya dan diperintahkan menghadap ke Ka`bah. Maka Nabi saw. Memberitahukan hal
itu kepada Khalayak. Shalat pertama yang menghadap Ka`bah adalah shalat ashar,
sebagaimana hal ini dikemukakan dalam shahihain, dari hadits al-Barra` r.a.
(137), "Sesungguhnya Rasulullah saw
shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama 16 bulan atau 17 bulan. Beliau merasa
heran kalau kiblatnya adalah Baitul Maqdis, sebelum Ka`bah. Shalat pertama
menghadap Ka`bah adalah shalat ashar. Beliau shalat bersama orang-orang. Lalu,
salah seorang jamaah keluar dari masjid dan menuju para penghuni masjid lainnya
yang ternyata sedang ruku`. Dia berkata, Aku bersaksi dengan nama Allah, Aku
benar-benar telah mendirikan shalat bersama Nabi saw sambil menghadap ke
Mekkah. Maka orang-orang pun berputar menghadap ke Baitullah". Menurut
Nasa`I shalat itu ialah shalat zuhur di masjid Bani Salamah. Dalam hadits
Nuwailah binti Muslim dikatakan (138), "Bahwa sampai kepada mereka berita
mengenai peralihan kiblat ketika mereka tengah shalat zuhur. Nuwailah berkata,
"Maka jama`ah laki-laki bertukar tempat dengan jama`ah perempuan (untuk
menyesuaikan posisi)."
Namun berita itu baru sampai kepada
penduduk Kuba pada saat shalat fajar. Maka datanglah seorang utusan kepada
mereka. Dia berkata (139), "Sesungguhnya
pada malam ini telah diturunkan Al-Qur`an kepada Rasulullah saw. Allah menyuruh
untuk menghadap Ka`bah, maka menghadaplah kamu kesana. Pada saat itu, wajah
mereka menghadap ke Syiria. Maka mereka pun berputar menghadap Ka`bah.” Hadits
ini mengandung dalil bahwa keterangan yang menasakh tidak dapat ditetapkan
hukumnya kecuali setelah diketahui, meskipun telah lama turun dan disampaikan.
Karena mereka tidak disuruh mengulangi shalat ashar, maghrib dan isya. Wallahu
a`lam.
Tatkala ini terjadi, timbullah pada
sebagian kaum musyrik, munafiqin, dan ahli kitab keraguan, penyimpangan dari
petunjuk, membungkam dan meragukan kejadian.
Mereka berkata, "Apa yang telah memalingkan mereka dari kiblatnya yang dahulu dipegangnya?" Yakni, apa yang telah membuat mereka kadang-kadang berkiblat ke Baitul Maqdis dan kadang-kadang berkiblat ke Ka`bah?
Maka Allah menurunkan ayat:
"Dan kepunyaan Allah-lah timur dan
barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah Wajah Allah." (QS. Al
Baqarah (2) : 115)
Yakni kepunyaan Allahlah segala
persoalan itu, "Maka kemanapun kamu menghadap, maka disanalah wajah
Allah" dan "Kebaktian itu bukanlah dengan menghadapkan wajahmu
ketimur atau kebarat, namun kebaktian itu dengan berimannya seseorang kepada
Allah."
Yakni kemanapun Allah mengarahkan kita,
maka kesanalah kita menghadap. Karena kesempurnaan ketaatan itu adalah dengan
menjalankan berbagai perintah-Nya walaupun setiap hari Allah mengarahkan kita
ke berbagai arah. Karena kita adalah hamba-Nya dan berada di bawah
pengaturan-Nya. Di antara perhatian-Nya yang besar terhadap umat Muhammad ialah
Dia menunjukkan mereka ke kiblat al-Khalil Ibrahim a.s. Oleh karena itu, Dia
berfirman, "Katakanlah, Kepunyaan Allahlan timur dan barat, Dia
menunjukkan orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus." (Disarikan
dari Tafsir Ibnu Katsir)
Dapat ditarik hikmah:
- Perpindahan
kiblat tersebut adalah dalam ibadat shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis
dan ka’bah itu menjadi tujuan, tetapi wujud berserah diri kepada Allah bukan untuk menyembah ka'bah
seperti yang difitnahkan para pecundang pembenci Islam. Mereka menuduh
muslim menyembah ka'bah dan Allah hanya ada di sana.
- Ka’bah
merupakan pemersatu umat Islam dalam menentukan arah kiblat. Sama
seperti al-Aqsha yang juga belum berupa bangunan masjid (ketika itu), dan
al-Shakhra masih berupa gundukan tanah yang dipenuhi dengan debu. Ini
adalah menunjukkan sangat pentingnya persatuan umat Islam.
- Menghadap
kiblat adalah wujud ketaatan seorang hamba kepada Allah karena
memang diperintahkan demikian. Kemanapun arah diperintahkan, maka wajib
melaksanakannya sehingga menjadi salah satu syarat syahnya sholat.
Ditulis Oleh : Fajar Aulia ~ SMK Negeri 2 Binjai
Anda sedang membaca artikel tentang Peristiwa Pemindahan Arah Kiblat. Oleh Admin, Kamu diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya